Jakarta, CNBC Indonesia - Drama politik Malaysia memasuki babak baru.
Pemimpin oposisi Malaysia, Anwar Ibrahim mengatakan pemerintahan Perdana
Menteri Muhyiddin Yassin telah jatuh.
Dirinya mengklaim sudah mengantongi suara mayoritas di Parlemen untuk membentuk
pemerintahan. Audiensi bahkan akan dilakukan dengan Raja Malaysia, Yang
di-Pertuan Agong Al-Sultan Abdullah Ri'ayatuddin Al-Mustafa Billah Shah, untuk
pengesahan.
"Bukan, empat, lima atau enam (suara parlemen) tetapi mayoritas,"
katanya sebagaimana ditulis Malaysia Kini, Rabu (23/9/2020).
"Pemerintahan pimpinan (perdana menteri) Muhyiddin Yassin telah jatuh.
Maklumat selanjutnya akan saya dapatkan setelah menghadap Baginda Agung (Raja)
dalam masa terdekat. Insya-Allah," katanya.
Klaim itu muncul kurang dari tujuh bulan setelah Muhyiddin berkuasa. Muhyiddin
menjadi PM setelah kekacauan politik yang menyebabkan runtuhnya pemerintahan
Mahathir Mohamad.
Baca: |
Saat ini koalisi Perikatan Nasional yang dipimpin PM Muhyiddin memiliki 113
suara dari 222 suara parlemen. Namun Anwar disebut sebuah media lokal
mengamakan 123 kursi, karena beralihnya suara Partai Nasional Melayu Bersatu
(UMNO).
"Pemerintahan pimpinan (perdana menteri) Muhyiddin Yassin telah jatuh.
Maklumat selanjutnya akan saya dapatkan setelah menghadap Baginda Agung (Raja)
dalam masa terdekat. Insya-Allah," katanya.
Saat ini koalisi Perikatan Nasional yang dipimpin PM Muhyiddin memiliki 113
suara dari 222 suara parlemen. Namun Anwar disebut telah mengamankan 123 kursi.
"Saat ini dengan jumlah yang saya miliki, Muhyiddin bukan lagi perdana
menteri," tegasnya lagi.
Baca: Lengkap! Pidato Anwar Ibrahim Soal
Pemerintahan Baru Malaysia |
Meski demikian, ia berujar akan menyambut Muhyiddin untuk bekerja sama.
Menurutnya partisipasi Muhyiddin dalam pemerintahan baru akan memastikan
perubahan rezim yang lancar dan damai.
"Saya menyambutnya untuk bekerja sama karena saya tidak punya masalah pribadi
dengannya," katanya lagi.
"Kesiapannya untuk bekerja sama akan membantu memastikan transisi yang
mulus dan damai dan jika dia siap untuk bekerja sama, dia dapat menawarkan
jasanya melalui posisi yang sesuai."
Klaim pemimpin oposisi itu muncul kurang dari tujuh bulan setelah Muhyiddin
berkuasa. Muhyiddin menjadi PM setelah kekacauan politik yang menyebabkan
runtuhnya pemerintahan Mahathir Mohamad.
Politik Malaysia panas sejak Februari 2020. Mahathir Mohamad mundur sebagai PM
dan kemudian ditunjuk sebagai PM sementara.
Ia mundur persis setelah Anwar Ibrahim mengatakan ada pengkhiatan dalam tubuh
koalisinya dengan Mahathir. Mereka saat itu membuat Koalisi Pakatan Harapan.
Koalisi ini merupakan gabungan partai pendukung Mahathir dan Anwar yang terdiri
dari Parti Pribumi Bersatu Malaysia (Bersatu), UMNO, Parti Islam Se-Malaysia
(PAS), Gabungan Parti Sarawak (GPS), serta Parti Warisan Sabah (Warisan).
Sebelumnya mereka berkongsi untuk mengalahkan UMNO pimpinan Najib Razak, Mei
2018 lalu. Saat itu keduanya membuat perjanjian bahwa setelah 2,5 tahun, posisi
PM akan diserahkan Mahathir kepada Anwar.
Namun Pakatan Harapan disebut kehilangan suara saat partai lainnya, di mana ada
koalisi baru yang dibuat parlemen tanpa memasukkan politisi Anwar Ibrahim. Kisruh
ini kemudian memunculkan Muhyiddin Nasir sebagai PM Baru setelah ditunjuk resmi
oleh Raja Malaysia.
Sementara Istana Raja Malaysia sendiri membenarkan adanya penundaan pertemuan
dengan Anwar. Pasalnya Raja tengah sakit dan menjalani perawatan di rumah
sakit.
"Saat itu, Al-Sultan Abdullah masih menjalani perawatan di bawah
pengawasan ahli medis di IJN (Institut Jantung Negara," kata Pengawas
Rumah Tangga Istana Negara, Datuk Ahmad Fadil Syamsuddin dalam keterangan.
Sebelumnya, sejumlah lembaga global memberi "pesan" khusus soal
politik dan ekonomi Malaysia. Panasnya politik akan jadi hambatan berat dalam
perekonomian negara itu, yang dilihat investor sebagai ketidakstabilan.