SIRI 2- Islam, Demokrasi dan Keadilan sosial: Catatan Atas Pidato Dato' Seri Anwar Ibrahim (Dr. Syahganda Nainggolan, Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia/KAMI)

 

Demokrasi menurut DSAI juga harus mempertimbangkan keadilan hak-hak kaum minoritas. Meskipun Islam mengajarkan ukhuwah Islamiyah, Islam menurutnya juga harus melingkupi "ukhuwah insaniyah",  atau persaudaraan sesama manusia. Intinya seorang pemimpinnya itu harus berpikir tentang keadilan untuk semua. Hal ini dirujuk DSAI pada kasus penunjukan Gubernur Mesir di era Khalifah Ali Bin Abi Thalib, di mana Kalifah memerintah Gubernur Mesir berbuat adil tanpa melihat perbedaan agama rakyatnya.

 

Mengapa DSAI begitu kental berbicara demokrasi? Tentu saja hal itu tak lepas dari sejarah penderitaan panjang DSAI, yang hidup dari penjara ke penjara. Dia mengungkapkan bahwa 10 tahun dia di penjara, telah mengajarkan dia tentang makna kebebasan. "Freedom" sepertinya sudah terpatri dalam kalbunya.

 

Kita sekarang melihat bagaimana DSAI memandang keadilan. Menurut DSAI, hidup ini tidak bermakna jika tidak bermanfaat untuk orang-orang miskin. Pemihakan pada orang miskin bersifat universal. Ketika dia mengungkapkan pembicaraannya dengan Jokowi, tentang tenaga kerja Indonesia (TKI), yang masih kurang sejahtera, DSAI berjanji pada Jokowi bahwa kesejahteraan TKI akan berubah lebih baik di era dia, yang belum pernah terjadi di era pemerintahan Malaysia sebelum ini. Janji ini dia sampaikan bukan karena  TKI itu orang Indonesia, tapi lebih karena masalah "humanity". Datuk Anwar sensitif pada nasib orang miskin. Bahkan dia mengatakan,  penderitaan yang dialaminya di penjara, tidak bermakna jika dibandingkan dengan penderitaan rakyat.

 

Selanjutnya DSAI melihat bahwa negara harus meletakkan fungsi "kapital" untuk kepentingan sosial. Katanya, "kapital" penting untuk menjalankan roda pembangunan sebuah negara. Namun, menurutnya nasib rakyat jauh lebih penting. Oleh karenanya, pemimpin beserta seluruh "stake holders" bangsa harus bersinergi untuk mensejahterakan rakyat. Akumulasi kapital tidak boleh hanya menguntungkan segelintir orang saja.

 

Berbicara tentang kemiskinan, DSAI mengingatkan kita untuk tidak melihatnya dari hanya sisi statistik

saja.  Kemiskinan itu seharusnya dimaknai sebagai ancaman kemanusiaan, sekecil apapun keberadaannya.

 

Pemberantasan kemiskinan harus dimulai dengan peningkatan kualitas pendidikan. Pendidikan yang dimaksud jangan terjebak pada "Barbarian Specialization", di mana spesialisasi dicapai melalui pengorbanan sisi humanity dan moralitas. Harus ada keseimbangan diantara keduanya.

 

Penutup

 

Dato' Seri Anwar Ibrahim telah memberi pencerahan  luar biasa pada tokoh-tokoh Indonesia yang hadir. Ketika seluruh dunia dihantui oleh kegelisahan dan kegamangan dalam menghadapi ketidakpastian global, DSAI menyebarkan sikap optimisme yang berbasis pada nilai-nilai agama dan tanggung jawab kemanusiaan. Seorang pemimpin harus bekerja untuk memaksimalkan seluruh potensi yang ada untuk kesejahteraan rakyat. Keadilan sosial harus menjadi kata kuncinya.

 

Menjadi pemimpin harus dicapai melalui cara-cara yang beradab. Setelah menjadi pemimpin harus pula menepati janjinya, merujuk pada "Democratic Accountability" Fukuyama.

 

Bagi Bangsa Indonesia yang akan memilih pemimpin (presiden dan legislatif) dalam waktu yang tidak lama lagi, sewajarnya dapat menjadikan pikiran-pikiran DSAI ini sebagai bahan renungan.