Jakarta, CNBC Indonesia - Pemimpin oposisi Malaysia, Anwar Ibrahim, telah mengklaim dirinya mendapat dukungan dari mayoritas anggota parlemen untuk membentuk pemerintahan baru. Yang berarti dirinya bisa menjadi perdana menteri baru Malaysia.
Klaim tersebut juga berarti bahwa ia akan
melengserkan Perdana Menteri Malaysia yang sah saat ini, Muhyiddin
Yassin. Namun, seberapa besar kah kemungkinan bagi klaim Anwar untuk menjadi
nyata?
PILIHAN REDAKSI |
Dalam pemerintahan Malaysia, klaim Anwar tersebut
ternyata tidak memiliki banyak arti. Sebab, untuk menjadi seorang perdana
menteri, ia harus mendapat "restu" dari Raja Malaysia atau Yang
di-Pertuan Agong Sultan Abdullah.
"Raja Malaysia adalah kunci," tulis Bloomberg dalam
analisisnya.
Jika benar Anwar memiliki dukungan mayoritas seperti yang diklaimnya,
maka Yang di-Pertuan Agong akan harus memutuskan apakah ia bersedia
mengangkat dan menyumpah Anwar sebagai perdana menteri kesembilan Malaysia.
Di sisi lain, meski Anwar mengklaim ia mendapat "dukungan mayoritas"
namun ternyata ada jumlah dukungan tertentu yang baru bisa membuatnya
mengajukan diri menjadi perdana menteri.
Menurut laporan, setidaknya Anwar membutuhkan 120 suara dukungan suara dari
anggota parlemen untuk dapat mengajukan diri menjadi perdana menteri.
Di sisi lain, jika Yang di-Pertuan Agong tidak bersedia mengangkat Anwar atau
membiarkan Muhyiddin Yassin terus melanjutkan menjadi perdana menteri, maka ia
berhak untuk membubarkan parlemen dan menggelar pemilu dini.
Dalam kasus ini, jika Raja memilih untuk membubarkan parlemen, maka Muhyiddin
Yassin akan memiliki kemungkinan untuk menang lagi di pemilu dan batal turun
dari kursi perdana menteri.
Cara ini dipandang sebagai cara yang lebih "aman" untuk menyudahi
ketidakstabilan politik berkepanjangan di Malaysia.
Meski demikian, hingga kini belum diketahui kapan Yang di-Pertuan Agong akan
mengumumkan keputusannya, mengingat dirinya masih menjalani perawatan di
Institut Jantung Negara.
Foto: Raja Malaysia Yang di-Pertuan Agong Al-Sultan Abdullah
Ri'ayatuddin Al-Mustafa Billah Shah (AP Photo) |
Politik Malaysia panas sejak Politik Malaysia panas sejak Februari 2020.
Mahathir Mohamad mundur sebagai PM dan kemudian ditunjuk sebagai PM sementara.
Ia mundur persis setelah Anwar Ibrahim mengatakan ada pengkhiatan dalam tubuh
koalisinya dengan Mahathir. Mereka saat itu membuat Koalisi Pakatan Harapan.
Koalisi ini merupakan gabungan partai pendukung Mahathir dan Anwar yang terdiri
dari Parti Pribumi Bersatu Malaysia (Bersatu), UMNO, Parti Islam Se-Malaysia
(PAS), Gabungan Parti Sarawak (GPS), serta Parti Warisan Sabah (Warisan).
Sebelumnya mereka berkongsi untuk mengalahkan UMNO pimpinan Najib Razak, Mei
2018 lalu. Saat itu keduanya membuat perjanjian bahwa setelah 2,5 tahun, posisi
PM akan diserahkan Mahathir kepada Anwar.
Namun Pakatan Harapan disebut kehilangan suara saat partai lainnya, di mana ada
koalisi baru yang dibuat parlemen tanpa memasukkan politisi Anwar Ibrahim.
Kisruh ini kemudian memunculkan Muhyiddin Nasir sebagai PM Baru setelah
ditunjuk resmi oleh Raja Malaysia.
Sebelumnya, sejumlah lembaga global memberi "pesan" khusus soal
politik dan ekonomi Malaysia. Panasnya politik akan jadi hambatan berat dalam
perekonomian negara itu, yang dilihat investor sebagai ketidakstabilan.